Caleg, Capres, Calo, Apalagi?
Oleh : Supadiyanto,S.Sos.I
Ribuan orang kini ingin jadi pejabat publik —yang “wah” tenan. Buktinya, ribuan Calon Legislatif (Caleg) kini memperebutkan kursi dewan —tingkat daerah (propinsi, kabupaten/kodya) maupun pusat. Tak kalah seru, tidak sedikit pula orang yang memendam ambisi pribadi kebelet jadi Capres karena mungkin jabatan presiden itu dianggap setaraf raja, kaisar, bahkan nabi kalau boleh. Bagaimanapun, hingga kini belum ada aturan jelas mengenai kode etik yang wajib dipatuhi para Caleg dan Capres.
Dapat dipastikan bahwa di bulan Ramadan ini ribuan Caleg dan Capres itu telah “berkampanye” dari masjid ke masjid, surau ke langgar; dari kampus hingga pesantren. Puncaknya, nampang di berbagai koran, teve, radio —meski harus merogok kocek milyaran rupiah hingga triliunan rupiah.
Bagi Anda yang tidak punya nyali menjagokan diri atau dijagojakan jadi Caleg dan atau Capres, jadilah Calo saja —sebagai obat kecele. Calo adalah semacam makelar, broker, pialang —yang penting, memiliki kreativitas dalam bermain bisnis dengan menjadi pihak ketiga, atau keempat, dan seterusnya. Dengan begitu, kita bisa mencaloi para Caleg dan Capres itu untuk memenangkan adu hebat di Pemilu 2009 nanti.
Anda yang kebetulan aktivis kampus, atau seorang abangan, jadilah Calo agar mendapatkan “keuntungan materi” dari hajatan sekaliber Pemilu 2009. Kesempatan mendapatkan uang, berdekat-dekatan dengan para tim sukses dan jagoannya, atau minimal dapat melampiaskan beban psikologis karena kita sendiri tidak di-caleg-capres-kan. Jika Anda adalah ulama, tokoh masyarakat, intelektualis, apalagi Anda punya massa sekian ratus ribu orang, saat ini merupakan kesempatan emas menjadi Calo.
Persaingan antar Caleg-Capres pada Pemilu 2009 ini bakal berjalan seru. Tercatat pada Pemilu tahun depan dipastikan 38 Parpol (nasional) plus 6 Parpol Lokal (Aceh) siap tempur untuk meraih simpati ratusan juta penduduk negeri ini. Ribuan Caleg dari berbagai Parpol itu pasti tidak ingin “jago-jago” mereka kalah dalam pesta demokrasi lima tahunan ini. Sepanjang musim kampanye Pemilu Legislatif saat ini ratusan media massa cetak dan elektronik di Indonesia kian santer memasang iklan Parpol. Jelas, hal itu menjadi berkah tersendiri bagi para pemilik media massa. Pantas juga jika para pemilik media itu disebut sebagai bosnya Calo.
Namun, yang sangat mengenaskan adalah bahwa hingga kini belum ada kode etik Caleg atau Capres. Amatlah layak bila para Caleg, Capres itu harus paham betul Kode Etik ”KECC” Caleg-Capres sebab panjangnya masa kampanye Pemilu Legislatif, yang ditetapkan selama 9 bulan (12 Juli 2008 - 5 April 2009), tentu riskan menimbulkan konflik, baik sesama Caleg, Capres, maupun para pendukungnya. Untuk itu, KECC menjadi solusi cerdas agar masing-masing Caleg dan Capres memiliki kesadaran dan etika dalam berkampanye. Seperti etika yang telah ditunjukkan oleh para Calo —yang justru sudah memahami keadilan sosial dalam mekanisme pembagian rejeki.
Diakui benar, kehadiran peraturan KECC di tengah masa kampanye Pemilu Legislatif ini menjadi rendesvous yang diharapkan mampu mencegah terjadinya konflik. Sepanjang bulan puasa (Ramadan) kali ini, seharusnya para Caleg-Capres itu kian gemar hidup bersahaja atau berprihatin. Jangan malah bulan Ramadan dijadikan ajang “kampanye busuk” dengan mengumbar janji di atas mimbar masjid, mushola, langgar, dan pesantren. Toh kalau nyatanya moralitas mereka bobrok, mau dibawa ke manakah nasib 224 juta penduduk bangsa ini? Mendingan daripada rugi luar-dalam; jadi Calo-Calo saja, meski beramai-ramai! Apalagi?
Penulis adalah: Instruktur Diklat Jurnalistik di Lingkungan TNI-AD; Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DIY) yang Kolumnis serta penulis buku: “Jadi Penulis Andal, Modal Dengkul (Taktik Jitu Menulis Opini di Berbagai Koran)”